Apa itu “Stigmata”?

HIK : HIDANGAN ISTIMEWA KRISTIANI.
HARAPAN IMAN KASIH.

Apa itu “Stigmata”?

Selama berabad-abad, stigmata telah menjadi salah satu fenomena mistik yang juga kontroversial.
Stigmata adalah tanda luka-luka Yesus pada saat penyaliban, yang muncul secara tiba-tiba pada tubuh seseorang, yang tidak dapat disembuhkan secara medis dan tidak dapat dijelaskan secara alamiah.

Termasuk dalam tanda sengsara ini adalah luka-luka bekas paku di kaki dan tangan, luka tombak di lambung, luka di kepala akibat mahkota duri, dan luka bilur-bilur penderaan di sekujur tubuh, teristimewa di punggung.
Seorang stigmatik, (orang yang menderita akibat stigmata) dapat memiliki satu, atau beberapa, atau bahkan semua tanda sengsara itu.
Stigmata bisa juga tidak terlihat/tidak menampakkan tanda-tanda pada fisik namun mengakibatkan penderitaan bagi penyandangnya.

Kasus stigmata yang pertama adalah yang dialami St. Fransiskus Asisi pada tahun 1224.
Pada suatu hari Sabtu, 14 September 1224, Fransiskus  Assisi (kelak bergelar Santo) sedang bersiap untuk memasuki bulan kedua sebuah retret bersama dengan beberapa teman dekatnya di Monte La Verna, yang menghadap ke Sungai Arno di Tuscany.
Fransiskus telah menghabiskan beberapa minggu sebelumnya dalam perenungan yang panjang tentang Yesus Kristus yang menderita di kayu salib, dan mungkin ia saat itu sedang lemah akibat dari puasanya yang berkepanjangan.

Saat dia berlutut untuk berdoa fajar  (seperti dicatat dalam buku Fioretti - 'Bunga Kecil Santo Fransiskus dari Assisi,' kumpulan legenda dan cerita tentang orang suci),
Fransiskus mulai merenungkan Jalan Salib dan perasaannya menjadi begitu kuat di dalam dirinya sehingga dia sepenuhnya seakan berubah menjadi Yesus dalam hal cinta dan kasih sayang.
Sementara dia dalam keadaan ekstasi, dia melihat serafim dengan enam sayap yang bersinar dan berapi-api turun dari surga. Serafim ini terbang cepat mendekati Fransiskus, dan ia bisa melihatnya dengan jelas dan menyadari bahwa Serafim itu memiliki bentuk seorang pria yang disalibkan.

Setelah beberapa saat, penglihatan misterius ini memudar, dan meninggalkan pada tubuhnya suatu gambaran yang indah gambar dan jejak salib Kristus.
Pada tangan dan kaki Fransiskus muncul luka bekas paku dengan cara yang sama seperti pada tubuh Yesus yang tersalib.
Secara keseluruhan, Fransiskus mendapat lima tanda: dua tanda paku di telapak tangannya dan dua tanda paku di kakinya, dan yang kelima di sisi tubuhnyanya, pada bagian di mana Yesus telah ditombak seorang perwira Romawi.

Stigmata yang dialami St. Fransiskus sering disebut sebagai yang pertama kali terjadi; (meskipun ada laporan kejadian serupa sebelumnya yang dialami orang lain), dikarenakan pada masa itulah, di abad ke-13 terutama di Italia, ada suatu tekanan/dorongan untuk menunjukkan sisi “kemanusiaan” Kristus.
Perenungan akan penderitaan fisik Yesus juga kemudian diwujudkan dalam ketetapan Hari Raya Tubuh dan Darah/ Corpus Christi.
Para seniman juga menanggapi perkembangan ini dengan mulai menampilkan karya yang menggambarkan  penyaliban secara eksplisit untuk pertama kalinya, yaitu menggambarkan Yesus yang dengan jelas menderita karena luka yang meneteskan darah.

Tercatat ada sebuah kejadian yang terjadi di Oxford, Inggris, dua tahun sebelum peristiwa stigmata St. Fransiskus Asisi : seorang pemuda bernama Stephen Langton dibawa ke hadapan Uskup Agung Canterbury dengan tuduhan telah menyebarkan ajaran sesat karena telah menyatakan dirinya sebagai “Anak Allah”.
Di pengadilan, ditemukan bahwa pada tubuhnya terdapat lima luka penyaliban; namun tak dapat dibuktikan apakah luka-luka tersebut muncul secara alamaiah ataukah ia telah menyiksa/menyalib dirinya sendiri, dengan motivasi ingin dipercayai bahwa ia adalah “Yesus Anak Allah”.

Pengalaman stigmata St. Fransiskus; dikarenakan ia adalah orang yang terkenal karena kesuciannya, dengan segera tersiar ke seluruh Eropa, dan tak lama sesudahnya, kasus stigmata lainnya mulai bermunculan.
Selama abad ke-13, setidaknya tercatat ada sepuluh kejadian yang terkenal, dan sebuah perkiraan baru-baru ini yang diteliti oleh mantan koresponden religius BBC Ted Harrison menetapkan jumlah total peristiwa stigmata yang dilaporkan sejak tahun 1224 ada lebih dari 400 orang, baik yang terjadi pada orang awam maupun orang kudus.
Di antaranya, kasus yang terkenal seperti pada Johann Jetzer, seorang petani Swiss yang menampilkan stigmata di tahun 1507, dan pada Therese Neumann, seorang stigmatik kontroversial Jerman yang mendapat tanda-tanda stigmata pada hari Jumat dari tahun 1926 sampai kematiannya pada tahun 1962.

Peristiwa stigmata juga sering dikaitkan atau disertai dengan peristiwa ajaib lain yang terjadi pada orang penyandangnya, seperti pada Padre Pio; yang bisa dikatakan adalah yang paling terkenal dibanding para stigmatik lain, dimana Padre Pio memiliki banyak keistimewaan lain dan terkenal dengan mukjizat penyembuhannya.

Gereja Katolik sendiri mengambil pandangan berhati-hati terhadap fenomena ini, menyatakan menerima bahwa mukjizat memang bisa terjadi namun menolak untuk secara formal mengakui stigmata.
Hal ini dapat dimengerti karena Gereja juga hendak memastikan bahwa stigmata tersebut bukanlah suatu tanda dari setan guna membangkitkan suatu kegemparan rohani yang dapat menyesatkan orang banyak; karena banyak juga kasus stigmata yang dipalsukan, dengan berbagai motif dan tujuan, dan juga bisa dikarenakan kondisi kesehatan fisik seseorang yang dapat menyebabkan luka-luka demikian.

Seperti kasus Magdalena de la Cruz, stigmatik Spanyol yang terkenal pada abad ke-16 yang ternyata sering melakukan penyiksaan diri dan luka spektakulernya menjadikan dia terkenal namun akhirnya di pengadilan, ia mengaku telah menimbulkan sendiri luka-lukanya itu.

Terlepas dari kasus-kasus “stigmata palsu”, stigmata merupakan suatu karunia dari Tuhan sendiri, tanda persatuan dengan Yesus yang tersalib.
Seorang yang benar-benar stigmatis biasanya hidup suci dengan mengamalkan keutamaan-keutamaan iman, tabah dalam menanggung penderitaan baik fisik maupun jiwa, dan hampir senantiasa mencapai tingkat persatuan mendalam dengan Tuhan di dalam doa.
Orang-orang Kudus yang mengalami “stigmata asli” biasanya hidup dalam keutamaan-keutamaan ini, dan mereka tidak memamerkan; bahkan menyembunyikannya karena sifat kerendahan hati dan tidak mau menarik perhatian luas.
Mereka menerima rasa sakit dan luka Yesus dengan tabah dan dalam diam bahkan menyembunyikan dan menganggapnya sebagai suatu karunia luar biasa untuk boleh merasakan dan mengambil bagian, menyatukan diri dengan sengsaraNya.

Dikatakan, St. Fransiskus pada awalnya berusaha menyembunyikan tanda karunia ilahi ini, dengan membalut kedua tangannya dengan jubahnya dan mengenakan sepatu serta kaus kaki (yang tidak biasa ia lakukan).
Lama-kelamaan, rekan-rekan biarawannya memperhatikan perubahan dalam cara berpakaiannya dan juga penderitaan fisiknya, maka terungkaplah rahasia stigmatanya.

Demikian pula Padre Pio; yang seperti diungkapkan teman sebiaranya, bahwa ia menderita kesakitan yang luar biasa pada kakinya sampai memerlukan sepatu khusus dan harus dibantu setiap kali untuk memakai sepatu, dan bahwa setiap gerakan kecil pada kakinya akan menimbulkan rasa sakit yang besar namun Padre Pio tetap berusaha untuk mempersembahkan Misa dan menemui banyak orang yang datang meminta nasihatnya setiap hari.

Peristiwa stigmata pada Padre Pio awalnya terjadi pada tanggal 5 Agustus 1918, Padre Pio mendapat penglihatan di mana ia merasa dirinya ditikam dengan sebilah tombak; sesudahnya luka akibat tikaman tombak itu tinggal pada tubuhnya.
Kemudian, pada tanggal 20 September 1918, saat ia memanjatkan syukur sesudah perayaan Misa, ia juga menerima luka-luka Yesus di kedua kaki dan tangannya.
Setiap hari, Padre Pio kehilangan sekitar satu cangkir darah; dan luka-lukanya itu tidak pernah menutup ataupun bertambah parah. Walau demikian, luka-luka itu tidak berbau darah, melainkan bau harum yang semerbak terpancar dari luka-lukanya.

Pada St. Rita dari Cascia, stigmata yang ia terima adalah sebuah duri pada dahinya (yang ia dapatkan saat merenungkan sengsara mahkota duri Yesus) yang ia sandang sampai pada wafatnya.

St. Teresa dari Avila menerima tanda stigmata pada hatinya, yang setelah diperiksa oleh beberapa tenaga medis dari Universitas Salamanca, dikatakan disebabkan oleh “luka tusukan pada hati”.
Ia menuliskannya dalam catatannya di tahun 1559:
“... di sisi kiriku kulihat seorang malaikat dalam bentuk manusia, pada tangannya ia memegang sebuah panah panjang dengan nyala api kecil pada ujungnya.
Aku merasakan panah itu terhujam ke sisi badanku sampai ke dalam hatiku, dan ketika ia menariknya, aku merasakan sebagian hatiku terbawa keluar.
Dan ketika ia menghilang, aku diisi dengan rasa cinta yang besar kepada Allah.”

Beberapa Orang Kudus yang diketahui juga mengalami stigmata antara lain :
St. Fransiskus of Assisi (1181-1226)
St. Lutgarde (1182-1246) 
St. Margareta Cortona (1247-1297)
St. Gertrude (1256-1302)
St. Clare of Montefalco (1268-1308)
Bl. Angela of Foligno (wafat 1309)
St. Katarina dari Siena (1347-80)
St. Lidwina (1380-1433)
St. Frances of Rome (1384-1440)
St. Colette (1380-1447)
St. Rita of Cassia (1386-1456)
Bl. Osanna of Mantua (1499-1505)
St. Catherine of Genoa (1447-1510)
Bl. Baptista Varani (1458-1524)
Bl. Lucy of Narni (1476-1547)
Bl. Catherine of Racconigi (1486-1547)
St. John of God (1495-1550)
St. Catherine de' Ricci (1522-1589)
St. Mary Magdalene de' Pazzi (1566-1607)
Bl. Marie de l'Incarnation (1566-1618)
Bl. Mary Anne of Jesus (1557-1620)
Bl. Carlo of Sezze (wafat 1670)
St. Margaret Mary Alacoque (1647-90)
St. Veronica Giuliani (1600-1727)
St. Mary Frances of the Five Wounds (1715-91)
St. Padre Pio (1887-1968)
St. Gemma Galgani (1878-1903)
Bl. Anne Catherine Emmerich (1774-1824)
St. Rose de Lima (1586-1617)
St. Teresa of Avila (1515-1582)
St. Faustina

0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts Widget