Mrk. 3:7-12;
“Ia melakukan semua yang diperintahkan Allah sehingga Ia disebut Anak Allah.
Masakan kita ngotot disebut anak Allah tapi enggan melakukan
kehendak Allah?”
Gereja Katolik mengajarkan bahwa kita disebut anak Allah ketika menerima sakramen pembaptisan. Ini adalah sebuah tanda resmi. Mengapa? Karena apa pun yang terjadi, di satu pihak, Gereja mengajarkan bahwa setiap anak lahir sebagai rencana Allah, namun di lain pihak terbelenggu oleh ikatan dosa asal. Dengan penerimaan sakramen pembaptisan maka dosa asal pun terlepas dan sang bayi memasuki tahap di mana ia disebut sebagai anak Allah dan dengan resmi menjadi anggota Gereja yang didirikan oleh putra-Nya sendiri, Yesus Kristus.
Meskipun demikian, dalam pertumbuhan seorang anak, ketika ia bisa menggunakan kehendak bebasnya, maka ia diperhadapkan pada pilihan-pilihan entahkan berbuat baik ataukah jahat. Kehendak bebas yang salah digunakan oleh seseorang dalam hidupnya telah membawanya umat melakukan dosa yang bertentangan dengan kehendak Allah seperti yang termaktub dalam Kitab Suci dan yang diajarkan oleh Gereja turun temurun. Dalam keadaan berdosa seperti inilah, kita sendiri ngotot untuk disebut sebagai putra-putri Allah di satu pihak, sementara tidak melakukan kehendak Allah, yang kita sebut sebagai Bapa di lain pihak.
Injil hari ini memberikan sebuah pencerahan baru bagi kita, mengapa seseorang disebut sebagai Anak Allah. Yesus, setelah menyembuhkan banyak orang sakit dan mengusir roh jahat, pengakuan pun diberikan kepada-Nya, “Engkau adalah Anak Allah.” Alasannya sangat sederhana karena memang Yesus melakukan kehendak Allah, yang disapa-Nya sebagai Bapa.
Dengan demikian, kita bisa bertanya diri sendiri; “Layakkah aku disebut anak Allah?” Kalau memang aku adalah anak Allah, apakah kata dan perbuatanku setiap hari mencerminkan kehendak Allah? Semoga saja, kita mampu berkata dan berbuat sesuai dengan kehendak Allah dalam hidup kita, terutama di hari ini.
Salam dan doa kecilku untukmu selalu,
Rinnong
0 komentar:
Posting Komentar