Minggu, 20 Maret 2011 Hari Minggu Prapaskah II
Mat 17:1-9
Bukankah air mata kebahagiaan istrimu menetes di pipinya atau setidak-tidaknya ia tersenyum bahagia ketika sebagai suami engkau memuji kecantikan atau keahliannya memasak di depan teman-temanmu yang datang menyantap makan malam di rumahmu? Tapi, sayang ada yang tidak pernah mendapatkan pujian karena memang tidak tahu masak...hehehe....Atau, pernahkah engkau melihat betapa suamimu merasa berarti dan berlipat ganda semangatnya ketika engkau memujinya di antara teman-temanmu? Atau bukankah hati anakmu berbunga-bunga ketika engkau memuji kecantikan atau ketampanannya? Ataukah, bukankah temanmu yang sedang menghadapi problem mengalami kelegaan dan meneteskan air mata ketika engkau datang mengatakan kepadanya; Kawan, engkau sungguh luar biasa karena tetap sabar dalam deritamu? Di balik contoh-contoh ini aku hanya mau mengatakan bahwa secara manusiawi; istri, suami, anak, orang tua, sahabat kenalan, walaupun mungkin mereka tidak mengatakan dengan kata-kata kebutuhan untuk mendapatkan penghargaan dan pengakuan darimu, tapi sungguh mereka juga membutuhkannya.
Kisah transfigurasi Yesus di gunung yang disaksikan oleh Petrus, Yohanes dan Yakobus atas salah satu cara mau mengatakan tentang hal yang disebutkan di atas. Coba renungkanlah kata-kata ini; “Inilah Anak yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan, dengarkanlah Dia.” Oke, kata-kata ini memang ditujukan kepada Yesus, akan tetapi, coba rasakanlah di dalam hatimu saat ini, jika setelah Anda melakukan sebuah pekerjaan berat, lalu Anda mendengarkan seseorang berkata kepadamu; “Inilah istriku, suamiku, orang tuaku, anakku, sahabatku tercinta yang aku kasihi.” Bukankah air mata kebahagiaan akan menetes di pipimu, atau, setidak-tidaknya hatimu berbunga-bunga mendengarkan pengakuan lewat kata-katanya? Sahabatku, mereka mungkin tidak memintanya tapi sungguh mereka sangat membutuhkan pengakuan darimu.
Oleh karena itu, jika bacaan Injil ini hadir sebagai bahan refleksi kita hari ini, maka aku hanya mau bertanya kepadamu; “Sudahkah Anda memberi pujian atau lebih tepatnya pengakuan kepada istri/suami/anak/orang tua/sahabatmu atas kerja keras dan pengorbanan mereka kepadamu?” Ataukah, kekeliruan, kesalahan bahkan dosa-dosa merekalah yang selalu menjadi perhatianmu setiap saat ketika engkau berhadapan dengan mereka? Sahabatku, aku tidak mengajakmu untuk mengabaikan kejelekan, kekurangan dan kesalahan mereka kepadamu. Kita tentu harus mengingatkan mereka agar tidak akan mengulanginya lagi. Akan tetapi, biarlah di hari ini, kita melupakan segala kekurangan dan kelemahan mereka yang kita jumpai, dan mengatakan sepata kata saja kepada mereka; “Istriku, suamiku, sahabatku, anakku, engkau sungguh berarti di dalam hidupku.” Biarlah aroma kebahagiaan dirasakan oleh mereka, walaupun cuma untuk hari ini saja bila engkau tidak mampu mengatakannya lagi kepada mereka untuk saat-saat yang akan datang. Biarlah cuma kata-kata indah yang menguatkan dan menyenangkan keluar dari mulutmu hari ini kepada mereka yang hidup di sekitarmu. Buatlah hari ini menjadi hari spesial yang takan pernah dilupakan oleh istri/suami/anak/orang tua/sahabat dan kenalanmu sepanjang hidup mereka. Ingat, luka teriris atau terpotong bisa sembuh dan tidak ada bekas di kulit, tetapi luka karena kata-kata sulit terlupakan sepanjang hidup seseorang. Demikian pun, kata-kata pengakuan yang keluar dari mulutmu hari ini akan terkenang sepanjang hidup bila engkau mau mengatakannya kepada seseorang hari ini. Sahabatku, inilah kesempatan bagimu untuk membuat hati orang lain merasakan kebahagiaan. Dan, sungguh, aku percaya bahwa Anda mampu melakukannya hari ini. Sahabatku, jangan menundanya untuk esok, karena jika hari ini Anda dapat melakukannya kepada mereka yang Anda jumpai maka inilah yang terjadi; Anda telah membawa pengalaman transfigurasi 2000 tahun lalu di atas gunung itu ke masa sekarang. Pengalaman Petrus, Yakobus dan Yohanes sungguh dialami oleh mereka yang memandang wajahmu, mendengarkan kata-katamu dan mengalami kehadiranmu yang menyenangkan.
Salam dan doa kecilku untukmu selalu,
Rinnong