*_Yukkk kita belajar memahami tentang DOSA._*

“Semua dosa itu sama,” pernyataan ini sering terdengar diucapkan berbagai orang apapun agamanya. Benarkah demikian? Jawabannya bisa “ya” bisa “tidak.” Kita bisa menjawab “ya” bila yang dimaksud adalah “semua dosa itu sama [karena menjauhkan kita dari Allah].” Namun kita bisa menjawab “tidak” bila yang dimaksud adalah “semua dosa itu [nilainya] sama.”

Tentunya tidak ada pihak yang tidak setuju dengan pemahaman bahwa “semua dosa itu sama [karena menjauhkan kita dari Allah].” Tapi masalah yang lebih menimbulkan perbedaan pendapat yang rumit adalah pemahaman “semua dosa itu [nilainya] sama.” Ini karena banyak pihak yang beranggapan bahwa mencuri mangga Pak Raden sama berdosanya dengan membunuh ayah kandung sendiri. Beberapa orang bahkan akan mengacu pada Yak 2:10-11 dimana dalam surat tersebut St. Yakobus mengatakan bahwa siapapun yang mentaati seluruh hukum namun melanggar satu saja maka dia telah bersalah atas seluruh hukum.

Nanti kita akan kembali ke Yak 2:10-11, namun sementara apa yang diajarkan Gereja Katolik sendiri? Katekismus Gereja Katolik mengajarkan:

1854 Dosa-dosa harus dinilai menurut beratnya. Pembedaan antara dosa berat dan dosa ringan, yang sudah terbukti di Kitab Suci (1Yoh 5:16-17), menjadi bagian dari tradisi Gereja. Pengalaman manusia menegaskannya.

1855 Dosa berat merusakkan kasih dalam hati manusia oleh suatu pelanggaran berat melawan hukum Allah. Di dalamnya manusia memalingkan diri dari Allah, tujuan akhir dan kebahagiannya, dan menggantikanNya dengan sesuatu yang lebih rendah.

Dosa ringan membiarkan kasih tetap ada, walaupun [dosa ringan tersebut] melanggarnya (kasih) dan melukainya (kasih).

Jadi Gereja mengajarkan adanya pembedaan dosa menjadi dosa berat dan dosa ringan. Yang cukup menarik Katekismus juga merujuk kepada 1Yoh 5:16-17. Dan sangat jelas di ayat tersebut bagaimana St. Yohanes mengajarkan ada dosa yang berat dan yang tidak. Ini berarti bahwa ajaran akan pembedaan dosa menjadi dosa berat dan dosa ringan memang ada di Kitab Suci.

Bila mengingat kembali Yak 2:10-11, apakah ini berarti ayat 1Yoh 5:16-17 tidak konsisten? Tentu saja tidak. Dalam suratnya St. Yakobus mengatakan bahwa salah satu inti dari hukum Taurat adalah, “kasihanilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” (Yak 2:8) [inti hukum Taurat yang paling utama adalah “cintailah Allahmu lebih dari segala sesuatu”]. Seumpama kita membunuh sesama, apakah ini berarti kita mengasihinya? Tentu tidak. Seumpama kita berbuat cabul terhadap sesama, apakah ini berarti kita mengasihinya? Tentu tidak. Seumpama kita berbohong kepada sesama, apakah ini berarti kita mengasihinya? Tentu tidak. Jadi memang tiap pelanggaran perintah apapun dari hukum Taurat berarti bahwa kita telah melanggar semuanya. Karena toh dengan melanggar satu saja perintah Taurat maka inti dari hukum Taurat, yaitu untuk mencintai sesama seperti mencintai diri sendiri, telah kita langgar.

Tapi apakah pelanggaran tiap perintah tersebut sama nilainya? Tentu saja tidak. Menurut hukum Taurat sendiri pembunuh dan pencabul dihukum mati (Ul 24:17, 20:10) namun apakah seorang pencuri atau pembohong akan sama-sama dihukum mati karena mereka juga melanggar hukum Taurat? Tidak. Menurut Taurat sendiri pencuri hanya dihukum mati bila dia mencuri sesama orang Israel dan memperlakukannya sebagai budak miliknya (Kel 21:16; Ul 24:7). Tapi bila si pencuri hanya mencuri sapi atau domba maka dia harus mengganti lima kali lipat kalau sapi atau domba yang dicuri mati dan dua kali lipat kalau sapi atau domba yang dicuri masih bisa dikembalikan, tapi kalau dia tidak mampu maka dia bisa dijual sebagai budak (Ul 22:1-4). Sedangkan pembohong yang melakukan kebohongan di pengadilan akan dihukum sesuai dengan niatan jahat dari kebohongan orang itu (Ul 19:16-19), maksudnya kalau si pembohong melakukan kebohongan agar bisa memiliki sapi tetangganya, maka si pembohong harus dihukum menurut nilai dari sapi tersebut.

Mengingat adanya pembedaan nilai dari pelanggaran Hukum Taurat yang ditunjukkan dari perbedaan sanksi yang ditetapkan, maka jelas bahwa ketika St. Yakobus berkata “tetapi [barangsiapa] mengabaikan satu bagian daripadanya dia bersalah atas seluruhnya” di Yak 2:10 dia tidak bermaksud bahwa membunuh sama nilainya dengan berbohong. Yang dimaksudkan St. Yakobus adalah baik membunuh maupun berbohong sama-sama melanggar hukum Taurat, sama-sama melanggar inti dari hukum Taurat, sama-sama tidak mengasihi sesama. Amin.

0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts Widget