Kamis, 18 November, 2010
Persembahan Gereja Basilika St. Petrus dan Paulus, Rasul
Luk.19:41-44: “Seandainya Engkau Mengerti”

“Akibat keasyikan menikmati sesuatu,
kadang kita sendiri tidak sadar akan bahaya yang siap menerjang kita.”

          Hati seorang ibu pasti sedih bila melihat cara hidup anak-anaknya yang buruk, apalagi yang tidak berjuang untuk memperbaikinya. Nasehat terbaik dari seorang ibu adalah ketika air mata menjadi ungkapan atau ekspresi darinya.

            Menyaksikan kekebalan hati penduduk Yerusalem, kota suci yang tidak mau bertobat, maka Yesus menangisinya. Inilah salah satu tangisan Yesus yang dikisahkan dalam Injil, selain tangisan Yesus akan kematian sahabat karib-Nya, Lazarus. Dan seperti zaman Yeremia yang menubuatkan kehancuran Yerusalem, namun ganjarannya adalah Yeremia ditangkap dan dipenjarakan, maka Yesus pun mengalami nasib yang sama seperti Yeremia, bahkan lebih dasyat darinya, yakni puncaknya adalah drama penyaliban-Nya di puncak Golgota. Kalau di zaman Yeremia, Yerusalem akhirnya jatuh ke tangan penguasa Babilonia, maka apa yang terjadi setelah kematian Yesus adalah kehancuran Yerusalem, bahkan peperangan dan ketidak-damaian yang dialami penduduknya sampai sekarang ini. Ya, seandainya engkau tahu akan apa yang penting bagimu, hai Yerusalem, kata Yesus.

            Pelajaran indah yang kita pelajari dari kutipan Injil hari ini adalah keharusan untuk bersikap waspada terhadap nasib kita sendiri, karena kadang keasyikan menikmati sesuatu, kita lupa bahwa bahaya sedang menantikan kita di gerbang pintu rumah kita. Kesadaran bahwa hidup ada batas waktunya, dan penghakiman Ilahi akan ditimpahkan kepada kita, hendaknya menyadarkan kita akan betapa pentingnya sebuah pertobatan hidup mulai dari sekarang ini. Jangan sampai kita terlambat untuk bertobat sehingga orang lain akan menangisi kita dengan berkata; seandainya dia masih diberi kesempatan, seandainya dia sadar akan bahaya yang akan menimpahnya, seandainya dia mendengarkan nasehat, dan lain sebagainya, maka pasti ini tidak akan terjadi padanya.

            Marilah kita membangun kesadaran baru itu dengan cara pertobatan. Semoga sisa hidup kita diisi dengan kebaikan, cinta dan belas kasihan, sehingga suatu waktu kita pun akan berangkat dari dunia fana ini menuju keabadian dengan riang gembira dan penuh suka cita.


Teriring salam dan doa kecilku untukmu selalu,

Rinnong