Senin, 15 November, 2010
Luk.18:35-43: “Bukalah mata hatiku juga”
“Menjadi sebuah pengalaman buruk bila kita berada di dalam kegelapan,
dan pasti menjadi sebuah penderitaan bila kita mengalami kebutaan mata.
Namun, akan selalu menjadi skandal jika orang sengaja
membutakan hati mereka.”
Menjadi sebuah pengalaman yang menakjubkan bila setiap saat mengunjungi pasar “Farmers” Cubao lantai 4. Di sana berkumpullah sejumlah orang buta dan hampir semuanya menggunakan kaca mata hitam untuk menutupi mata mereka sambil melayani orang-orang yang membutuhkan pijitan badan. (Aneh ya, soalnya sementara mereka tidak dapat melihat bagaimana bentuk mata mereka tapi memakai kaca mata hitam) Akan tetapi itulah sisi lain dari kemanusiaan manusia di mana “kita kadang malu terhadap apa yang seharusnya tidak perlu, namun sebaliknya tidak tahu malu terhadap sikap dan perbuatan kita yang memalukan.” Apapun yang terjadi, keuletan mereka bekerja untuk mendapatkan uang dengan keterbatasan fisik mereka patut mendapatkan acungan jempol. Saya membayangkan bila suatu waktu ada teriakan di lantai pertama bahwa ada orang yang mampu membuat mujizat penyembuhan, pasti orang-orang buta itu dengan kerinduan mereka untuk dapat melihat menempuh berbagai cara untuk sampai ke lantai 1, tapi mungkin kah? Itulah keterbatasan karena kebutaan mata/fisik yang dialami oleh seseorang. Sungguh, hidup mereka sangat dibatasi karena apapun yang terjadi mereka tak pernah melihat betapa indahnya dunia ini, betapa cantik atau tampannya wajah mereka, dan betapa mengagumkan karya ciptaan Tuhan. Segalanya hanya bisa dirasakan dan itulah keindahan bagi si buta.
Injil hari ini menampilkan seorang buta yang tiba-tiba mendengar bahwa Yesus melewati tempat di mana ia tinggal. Lewat cerita tetangganya Ia tahu bahwa orang ini bisa menyembuhkan segala sakit dan penyakit. Karena itu, tanpa melihat dan hanya mengandalkan kekuatan pendengarannya, Ia pun berteriak; “Yesus, Anak Daud, kasihanlah aku!” Larangan orang tak dihiraukannya, ia pun berteriak lagi; “Yesus, Anak Daud, kasihanilah Aku.” Panggilan yang mengandung kerinduan untuk melihat ini sungguh terasa menggetarkan kalbu, dan Yesus pun mendekatinya sambil bertanya; “Apa yang kau inginkan aku perbuat untukmu?” Jawabnya; “Semoga aku dapat melihat?” Seketika itu juga penglihatannya pulih karen Yesus bersabda; “Melihatlah engkau, imanmu telah menyelamatkan engkau.” Sungguh, betapa bahagianya si buta karena keindahan alam ciptaan kini dinikmatinya, ketampanan tubuhnya pun dilihatnya. Semuanya terasa indah karena itulah saat pertama ia dapat melihat segala keindahan yang selama ini hanya bisa didengarkan. Puji Tuhan, semuanya terjadi indah, demikian seruan terima kasihnya.
Kita hidup di zaman di mana banyak orang mengalami kebutaan fisik di satu pihak dan kadang kita berpikir bahwa itu sebagai sebuah hukuman untuk mereka, karena dosa dan kesalahan mereka, sementara di lain pihak, mereka yang buta hati karena kesombongan dan keserakahan, kita anggap sebagai hal yang biasa dan lumrah, dan malah memuji mereka atas kelicikan yang ditampilkan. Benarlah bahwa kegelapan selalu menakutkan, kebutaan mata (fisik) sangat mengerikan tapi bila kita membutakan mata dan hati kita terhadap penderitaan orang lain, maka itu sebuah dosa besar terhadap pemberian luar biasa dari Tuhan bagi kita yang sehat dan tidak mengalami cacat fisik. Si timpang tidak bisa berjalan tetapi kita bisa; si buta tidak bisa melihat tapi kita bisa; si tuli tidak bisa mendengar tapi kita dapat. Tapi sayangnya, kaki kita tidak digunakan untuk berjalan sambil berbuat baik; mata kita tidak digunakan untuk melihat keindahan dalam diri orang dan ciptaan lain; telinga kita tidak kita pakai untuk mendengarkan apa yang penting dan berguna. Oleh karena itu, tidak ada doa indah yang bisa kita panjatkan hari ini, selain bergabung bersama si buta untuk meminta kepada Yesus, agar kita pun diberikan mata yang jernih untuk melihat, hati yang peka untuk merasakan penderitaan orang lain, dan budi yang arif untuk mampu mendatangkan kebaikan bagi orang lain di sekitar kita.
...Secuil permenungan dalam rentang waktu.....
Teman-teman yang kukasihi...
Hari ini, 15 November, dan tak terasa telah setahun kita bersama menyatap santapan pagi jiwa dari Tuhan;
Hari ini, setahun yang lalu, ketika muncul dalam kesadaranku untuk berbuat sesuatu kepadamu;
Hari ini, setahun yang lalu ketika Tuhan menggerakkan hatiku dan membuka mataku untuk melihat sebuah keindahan dalam sarana internet; dan
Hari ini, setahun yang lalu, Tuhan membuka kesadaranku untuk membagikan apa yang kumiliki lewat renungan santapan pagi kepadamu.
Ini semua bukan karena aku, tapi karena Tuhan sungguh-sungguh mencintai Anda sekalian, sehingga memberi kesempatan bagimu untuk menyatap Sabda-Nya setiap pagi lewat renungan-renungan yang terkirim lewat emailmu. Jumlah para penerima santapan pagi pun bertumbuh dan berkembang dari angka puluhan, dan kini mencapai angka ratusan, dan betapa rindunya hatiku bila suatu saat nanti angka ini mencapai ribuan dan bahkan jutaan. Tapi ini cuma sebuah kerinduan yang selalu kuteriakan kepada Tuhan yang lewat seperti Ia pernah lewat di samping si buta dan mendengar teriakannya dan datang menyembuhkan dia.
Terima kasih pantas kuhaturkan kepadamu dari lubuk hatiku yang paling dalam karena kerelaanmu untuk memberi tempat dan ruang, menyiapkan ladang bagi tertanam dan bertumbuhnya benih sabda Tuhan yang tertabur bagimu setiap pagi. Lagi, ini bukan masalah aku yang menjadi sarana kecil untuk mewartakan sabda Tuhan, melainkan karena urusan kalian dengan Tuhanmu, Yang tak pernah membiarkan kehidupanmu kering bagaikana tanah di padang gurun, tetapi selalu menyiraminya dengan air kehidupan jiwa, yakni sabda-Nya sendiri.
Aku hanya berharap semoga aku pun diberi kesehatan lahir batin untuk menjadi alat kecil di mata Tuhan, menyebarkan cinta-Nya lewat setiap santapan pagi jiwa yang terkirim kepadamu setiap pagi. Benarlah bahwa keindahan hidup terletak pada kerelaan kita untuk saling berbagi. Semoga baik mata tubuhku maupun mata jiwaku tetap terbuka setiap saat untuk dengan setia melakukan misi kecil ini pada setahun yang akan datang, 2 tahun, 3, 4 dan seterusnya, sejauh dan sedapat Ia masih mengizinkanku untuk bekerja di kebun anggur-Nya.
Akhirnya, dari lubuk hatiku yang paling dalam, kusampaikan limpah terima kasih atas kerelaanmu untuk membiarkan emailmu menjadi lahan pewartaan. Aku tahu bahwa tidak semua orang mempunyai waktu untuk membacanya; tidak semua orang membiarkan renungan-renungan itu termuat di dalam emailnya, tetapi rasa percayaku lebih besar dari keraguanku bahwa Tuhan memiliki rencana indah untukmu, sehingga Ia akan datang setiap saat menyapa, menguatkan dan memberikan penghiburan bagimu di kalah sedih, dan santapan pagi jiwa menjadi sebuah alat kecil nan indah dari Tuhan untuk menemani hari-hari hidupmu.
Teriring salam dan doa kecilku untukmu selalu,
Rinnong