SIRAMAN ROHANI
Senin, 08 Oktober 2018 RP Fredy Jehadin SVD
Tema: Layani Sesama Yang Terkapar Di Jalan! Lukas 10: 25-37
Saudara-saudari... Mendengar ceritera Yesus tentang siapakah sesama kita, mungkin ada di antara kita yang merasa takut menjadi orang Samaria, karena pada zaman kita sekarang, begitu banyak orang yang memakai topeng dan berpura-pura menjadi orang miskin; berpura-pura menjadi korban; berpura-pura meminta bantuan dan yang pada akhirnya orang yang memberi bantuan menjadi korban, merasa sakit hati karena ditipu. Sekarang lewat social media ada peringatan...”Hati-hati kalau ada anak kecil yang menangis di pinggir jalan dan meminta dihantarkan ke alamatnya, karena di alamat itu sudah siap orang yang akan memperdayakan anda.” Berita-berita macam ini mungkin sangat mengganggu keinginan baik kita untuk melayani sesama. Apa yang harus kita buat menghadapi manusia macam ini? Apakah kita harus tetap membantunya? Atau kita biarkan saja, karena kita tidak tahu apakah orangnya sangat polos, jujur atau penipu? Bapa rohani saya katakan: apapun latar-belakang orang itu, entah penipu atau orang jujur, berilah dia apa adanya. Karena pada akhirnya bukan bukan dia dan kita yang berhadapan pada Tuhan tetapi kita dengan Tuhan dan Tuhan dengan orang itu. Kalau pada akhirnya kita tahu bahwa orang itu adalah orang jujur, maka kita bahagia, dia bahagia dan Tuhan pasti bahagia juga; Tetapi kalau kita mendengar bahwa dia penipu, maka mungkin kita sedikit merasa kecewa, tetapi sudah melakukan sesuatu yang baik, tetapi orangnya sudah berbuat dosa. Barangsiapa yang nerdosa pasti mendapat hukuman di hari akhirat.
Saudara-saudari... Dalam perjalanan sejarah manusia, betapa sering orang baik disakiti dan malah menjadi korban. Mengapa hal itu terjadi atas mereka? Untuk menjawabi pertanyaan ini saya mengutip beberapa pikiran yang pernah beredar dalam group whatsapp.
1. Mengapa orang baik kerap tertipu? Karena orang baik selalu memandang orang lain tulus seperti dirinya. Ia tidak berprasangka, bahwa orang lain yang ia pandang penyayang mampu mengkianatinya.
2. Mengapa orang baik acap dinistai? Karena orang baik tak pernah mau membalas. Ia hanya menerima, meski bukan dia yang memulai perkara atau masalah.
3. Mengapa orang baik sering meneteskan air mata? Karena orang baik tak ingin membagi kesedihannya. Ia terbiasa mengobati sendiri lukanya dan percaya bahwa suatu waktu Tuhan akan mengganti kesabarannya.
4. Namun orang baik tidak pernah membenci yang melukainya. Karena orang baik selalu memandang bahwa di atas segalanya, Allah-lah hakikatnya. Jika Allah yang memiliki skenarionnya, bagaimana ia akan mendebat kehendak Allah. Itulah sebabnya orang baik tidak memilih almari dendam dalam kalbunya. Jika kita buka laci-laci di dalam hati orang baik, maka akan kita temukan hanya cinta dan kasih sayang terhadap mahluk ciptaanNya yang dimilikinya.
Marilah saudara-saudari... Teruslah melayani sesama yang terkapar di jalan dan yang membutuhkan pertolongan kita, dan berbuat baiklah selalu kepada sesama entah langsung atau lewat lembaga-lembaga sosial atau lewat family yang direkomendasikan kepada kita. Jadilah samaritan-samaritan yang lain untuk sesama kita.
Kita memohon Bunda Maria untuk mendoakan kita. Amin.
MENGASIHI SESAMA
( Lukas 10 : 25-37 )
Apa bedanya Yesus dengan ahli taurat dalam bacaan kita hari ini?
Perbedaan pertama ialah sikap yang arogan dari si ahli Taurat. Ia menempatkan diri pada posisi lebih tinggi dari Yesus seolah berhak menguji Dia
Yesus menjawab kembali dengan pertanyaan, yang dapat dijawab secara tepat. Babak pertama kelihatannya kedudukan sama kuat. Namun, memasuki babak kedua dialog ini, baru kelihatan perbedaan yang menyolok (29-37)
Ahli Taurat ini walau tahu firman Tuhan , PL yang diintisarikan ke dalam dua hukum kasih, ternyata tidak siap untuk melakukannya dalam hidupnya.
Hal ini terlihat jelas dari jawabannya, "Siapakah sesamaku manusia?" (29). Ahli Taurat ini mewakili kebanyakan orang Yahudi pada masa itu, melihat sesama manusia hanyalah sesama Yahudi.
Perumpamaan Yesus membongkar pemahaman picik tersebut, sekaligus menggugah kepekaan kasih terhadap sesama manusia
Yesus membandingkan para pemuka agama Yahudi dengan orang Samaria yang dianggap ras campuran yang lebih rendah
Imam dan orang Lewi ternyata hanya mampu bersimpati kepada sesama Yahudi mereka yang kemalangan sementara si Samaria ternyata berempati kepada orang yang secara ras sering menghinanya
Orang Samaria memperlakukan orang asing itu sebagai ‘sesama’. Yesus mengajarkan supaya kita bersikap sebagai sesama bagi siapa saja yang kita jumpai di tengah jalan penziarahan hidup kita
Empatinya itulah yang menggerakkan dirinya menolong si malang tersebut, bahkan dengan tidak kepalang tanggung
Dialog babak kedua ini ditutup dengan kemenangan 1-0 Yesus terhadap si ahli Taurat.
Si ahli Taurat tidak bisa mengelakkan diri dari pengakuan siapa sesama manusia sesungguhnya.
Sehingga dengan otoritas Yesus bisa berkata, "Pergilah, dan perbuatlah demikian."
Menjadi pertanyaan bagi kita, sanggupkah kita menjadi orang Samaria yang baik hati itu, mengasihi sesama tanpa membeda-bedakan, mengasihi sekalipun tidak kita kenal, dan bukan demi suatu pujian?
Senin, 08 Oktober 2018 RP Fredy Jehadin SVD
Tema: Layani Sesama Yang Terkapar Di Jalan! Lukas 10: 25-37
Saudara-saudari... Mendengar ceritera Yesus tentang siapakah sesama kita, mungkin ada di antara kita yang merasa takut menjadi orang Samaria, karena pada zaman kita sekarang, begitu banyak orang yang memakai topeng dan berpura-pura menjadi orang miskin; berpura-pura menjadi korban; berpura-pura meminta bantuan dan yang pada akhirnya orang yang memberi bantuan menjadi korban, merasa sakit hati karena ditipu. Sekarang lewat social media ada peringatan...”Hati-hati kalau ada anak kecil yang menangis di pinggir jalan dan meminta dihantarkan ke alamatnya, karena di alamat itu sudah siap orang yang akan memperdayakan anda.” Berita-berita macam ini mungkin sangat mengganggu keinginan baik kita untuk melayani sesama. Apa yang harus kita buat menghadapi manusia macam ini? Apakah kita harus tetap membantunya? Atau kita biarkan saja, karena kita tidak tahu apakah orangnya sangat polos, jujur atau penipu? Bapa rohani saya katakan: apapun latar-belakang orang itu, entah penipu atau orang jujur, berilah dia apa adanya. Karena pada akhirnya bukan bukan dia dan kita yang berhadapan pada Tuhan tetapi kita dengan Tuhan dan Tuhan dengan orang itu. Kalau pada akhirnya kita tahu bahwa orang itu adalah orang jujur, maka kita bahagia, dia bahagia dan Tuhan pasti bahagia juga; Tetapi kalau kita mendengar bahwa dia penipu, maka mungkin kita sedikit merasa kecewa, tetapi sudah melakukan sesuatu yang baik, tetapi orangnya sudah berbuat dosa. Barangsiapa yang nerdosa pasti mendapat hukuman di hari akhirat.
Saudara-saudari... Dalam perjalanan sejarah manusia, betapa sering orang baik disakiti dan malah menjadi korban. Mengapa hal itu terjadi atas mereka? Untuk menjawabi pertanyaan ini saya mengutip beberapa pikiran yang pernah beredar dalam group whatsapp.
1. Mengapa orang baik kerap tertipu? Karena orang baik selalu memandang orang lain tulus seperti dirinya. Ia tidak berprasangka, bahwa orang lain yang ia pandang penyayang mampu mengkianatinya.
2. Mengapa orang baik acap dinistai? Karena orang baik tak pernah mau membalas. Ia hanya menerima, meski bukan dia yang memulai perkara atau masalah.
3. Mengapa orang baik sering meneteskan air mata? Karena orang baik tak ingin membagi kesedihannya. Ia terbiasa mengobati sendiri lukanya dan percaya bahwa suatu waktu Tuhan akan mengganti kesabarannya.
4. Namun orang baik tidak pernah membenci yang melukainya. Karena orang baik selalu memandang bahwa di atas segalanya, Allah-lah hakikatnya. Jika Allah yang memiliki skenarionnya, bagaimana ia akan mendebat kehendak Allah. Itulah sebabnya orang baik tidak memilih almari dendam dalam kalbunya. Jika kita buka laci-laci di dalam hati orang baik, maka akan kita temukan hanya cinta dan kasih sayang terhadap mahluk ciptaanNya yang dimilikinya.
Marilah saudara-saudari... Teruslah melayani sesama yang terkapar di jalan dan yang membutuhkan pertolongan kita, dan berbuat baiklah selalu kepada sesama entah langsung atau lewat lembaga-lembaga sosial atau lewat family yang direkomendasikan kepada kita. Jadilah samaritan-samaritan yang lain untuk sesama kita.
Kita memohon Bunda Maria untuk mendoakan kita. Amin.
---------------------------------------------------------------
MENGASIHI SESAMA
( Lukas 10 : 25-37 )
Apa bedanya Yesus dengan ahli taurat dalam bacaan kita hari ini?
Perbedaan pertama ialah sikap yang arogan dari si ahli Taurat. Ia menempatkan diri pada posisi lebih tinggi dari Yesus seolah berhak menguji Dia
Yesus menjawab kembali dengan pertanyaan, yang dapat dijawab secara tepat. Babak pertama kelihatannya kedudukan sama kuat. Namun, memasuki babak kedua dialog ini, baru kelihatan perbedaan yang menyolok (29-37)
Ahli Taurat ini walau tahu firman Tuhan , PL yang diintisarikan ke dalam dua hukum kasih, ternyata tidak siap untuk melakukannya dalam hidupnya.
Hal ini terlihat jelas dari jawabannya, "Siapakah sesamaku manusia?" (29). Ahli Taurat ini mewakili kebanyakan orang Yahudi pada masa itu, melihat sesama manusia hanyalah sesama Yahudi.
Perumpamaan Yesus membongkar pemahaman picik tersebut, sekaligus menggugah kepekaan kasih terhadap sesama manusia
Yesus membandingkan para pemuka agama Yahudi dengan orang Samaria yang dianggap ras campuran yang lebih rendah
Imam dan orang Lewi ternyata hanya mampu bersimpati kepada sesama Yahudi mereka yang kemalangan sementara si Samaria ternyata berempati kepada orang yang secara ras sering menghinanya
Orang Samaria memperlakukan orang asing itu sebagai ‘sesama’. Yesus mengajarkan supaya kita bersikap sebagai sesama bagi siapa saja yang kita jumpai di tengah jalan penziarahan hidup kita
Empatinya itulah yang menggerakkan dirinya menolong si malang tersebut, bahkan dengan tidak kepalang tanggung
Dialog babak kedua ini ditutup dengan kemenangan 1-0 Yesus terhadap si ahli Taurat.
Si ahli Taurat tidak bisa mengelakkan diri dari pengakuan siapa sesama manusia sesungguhnya.
Sehingga dengan otoritas Yesus bisa berkata, "Pergilah, dan perbuatlah demikian."
Menjadi pertanyaan bagi kita, sanggupkah kita menjadi orang Samaria yang baik hati itu, mengasihi sesama tanpa membeda-bedakan, mengasihi sekalipun tidak kita kenal, dan bukan demi suatu pujian?
0 komentar:
Posting Komentar